Rabu, 06 Juli 2011

foto grafy ,

Pengaruh Foto Jurnalistik

Gambar atau foto ternyata tidak hanya memiliki fungsi sebagai dokumentasi untuk melihat dan mengenang sebuah peristiwa yang pernah terjadi. Foto yang penuh makna dan syarat informasi, juga sangat ampuh sebagai media untuk menimbulkan simpati, kemarahan dan kebencian pada suatu peristiwa seperti yang digambarkan di dalam foto.
Apa yang tejadi di Myanmmar baru-baru ini mungkin bisa dijadikan contoh, betapa besarnya pengaruh sebuah foto dalam membentuk opini publik, sehingga dapat menimbulkan simpati dunia internasional.
Gambar protes para biksu di Myanmar yang menyebar cepat ke seantero dunia, membuat junta militer yang berkuasa merasa tidak nyaman, sehingga menutup dan merusak jaringan internet utama negara itu.
Larangan ini membuat aliran informasi dan gambar dari Myanmar kepada masyarakat dunia terhambat. Junta militer juga memerintahkan para tentara secara khusus untuk memukul dan merampas siapa saja yang membawa kamera dan telepon selular (ponsel) berkamera di tengah aksi brutal tentara menghalau para pemrotes.
Wartawan Kantor Berita AFP asal Jepang, Kanji Nagai, yang tewas saat mengambil gambar aksi brutal junta militer di Myanmar, merupakan korban dari sikap junta militer memukul siapa saja yang membawa kamera. Nagai tewas dengan luka tembak menembus dada bagian bawah saat menenteng kamera video.
Melihat begitu dahsyatnya pengaruh sebuah gambar, tidak salah jika ada yang mengatakan bahwa "foto bisa berbicara lebih dari seribu kata". Artinya, melalui gambar setiap orang bisa melihat dan memaknai fakta yang ada dari berbagai sudut pandang tertentu, sehingga tidak bisa dilakukan pembohongan.
Menyadari begitu besarnya pengaruh sebuah foto itulah para pemimpin di suatu negara yang sedang bergejolak dan menjalankan sistem pemerintahan yang otoriter, sering melakukan sensor terhadap berita dan foto-foto yang ingin diterbitkan di media massa

Opini Publik
Foto yang dapat mempengaruhi opini publik tentu bukan sembarang foto, tetapi gambar faktual yang mempunyai makna dan bernilai jurnalistik. Sebuah foto jurnalistik atau foto berita harus mengandung mengandung unsur 5 W + 1 H, sehingga dapat menjelaskan apa yang terjadi (what), siapa yang terlibat di dalamnya (who), kapan peristiwa tersebut terjadi (when), dimana terjadinya peristiwa itu (where), mengapa peristiwa itu terjadi (why), dan bagaimana jalannya peritstiwa itu (how).
Untuk menghasilkan gambar penuh makna, tentu tidak semua orang bisa melakukannya. Karena bila pemotretan dilakukan "asal jepret" dapat dipastikan gambar yang dihasilkan tidak dapat berbicara dan menjelaskan peristiwa yagn terjadi di dalam gambar.
Namun, untuk menghasilkan foto jurnalistik yang dapat mempengaruhi opini publik tidak juga terlalu sulit dilakukan, dan para pehobi atau fotografer amatir bisa membuat dan melakukannya.
Untuk menghasilkan foto jurnalistik eksklusif, sehingga bisa mempunyai peluang untuk ditampilkan di halaman utama sebuah media, setiap pemotret harus peka untuk mendengar dan melihat peristiwa besar apa yang sedang terjadi di tengah masyarakat.
Peristiwa tersebut tidak selalu masalah politik, tetapi musibah kebakaran besar, banjir, jembatan ambruk, dan lainnya yang perlu mendapat perhatian masyarakat, juga bisa dijadikan subjek pemotretan.
Jika sudah mengetahui peristiwa dan lokasi kejadian, pemotret harus segera datang ke lokasi untuk melihat dan memotret peristiwa yang sedang terjadi. Untuk mendapatkan gambar yang benar-benar eksklusif, sangat dianjurkan pemotretan dilakukan beberapa kali dari sudut pemotretan yang berbeda.
Dengan cara ini diharapkan dari beberapa foto yang dihasilkan, ada satu atau dua foto terbaik yang layak untuk dikirim ke media massa.
Harus Dipublikasikan
Kalau foto-foto jurnalistik yang dihasilkan mempunyai nilai berita tinggi, tentu sangat disayangkan kalau hanya dinikmati sendiri, lalu disimpan di dalam album foto sebagai koleksi.
Foto-foto jurnalistik yang menggambarkan fakta dan isinya sangat aktual peristiwanya, harus segera dipublikasikan di media massa, sehingga klalayak bisa melihat, mempersepsi dan mengapresiasinya. Kalau sudah demikian, biasanya akan muncul opini public terhadap foto tersebut, baik dalam bentuk simpati, protes kemarahan dan sebagainya.
Agar foto yang dibuat bisa secepatnya diterbitkan di media massa, foto tersebut harus segera diproses dan diberi caption atau keterangan di bawah foto. Dalam membuat caption foto, harus berpedoman pada 5 W + 1 H seperti banyak dimuat di media massa.
Setelah selesai, segera kirim ke media cetak di kota anda. Untuk lebih praktis dan cepat foto yang dikirim bisa diterima redaksi media cetak, sebaiknya foto dikirim melalui email menggunakan jaringan internet.
Untuk meyakinkan redaksi media yang dikirimi, bahwa gambar yang dihasilkan benar-benar suatu kejadian nyata yang aktual, sebaiknya pemotret berkomunikasi terlebih dahulu dengan redaksi untuk menjelaskan gambar yang dikirim. Atau paling tidak Anda meninggalkan nomor telepon yang bisa dihubungi, agar ketika redaksi media ingin mendapatkan keterangan lebih lanjut bisa segera menghubungi pengirim sang fotografer.
Dengan diterbitkannya foto jurnalistik yang aktual, diharapkan selain bisa mempengaruhi opini publik, pemotret juga akan merasa bangga.
Itu membuktikan bahwa sang fotografer mampu menghasilkan karya foto yang baik, sehingga bisa dijadikan pemicu untuk menghasilkan foto-foto yang lebih baik lagi dalam pemotretan berikutnya. [Eddy Suntoro]

Mendokumentasikan Aktivitas Keluarga

Memotret kehidupan suatu keluarga tentu saja mengasyikkan, apalagi aktivitas sehari-hari keluarga kita sendiri. Selain untuk keperluan pribadi keluarga pemotret, hasil bidikannya pun sangat berguna untuk dokumentasi keluarga lainnya yang masih punya ikatan saudara. Misalnya suatu ketika sempat membuat foto anak dari seorang paman pada waktu masih kecil. Foto tersebut akan lebih bermakna ketika paman tersebut tidak punya dokumentasinya atau si anak kelak besar nantinya.
Pada saat berkumpul seluruh sanak keluarga, dari mulai yang tertua, muda sampai yang terkecil adalah momen yang sangat tepat. Ajang kumpul bareng keluarga besar tersebut biasanya terjadi pada saat arisan keluarga, perayaan ulang tahun, atau pada saat ada salah satu keluarga menggelar hajatan besar seperti resepsi perkawinan atau acara sunatan.
Momen yang sangat terindah dan penting juga bisa didapat ketika bertemunya para sanak-saudara di hari-hari suci keagamaan semacam Hari Raya Idul Fitri atau dalam rangka perayaan Natal. Pada saat ajang berkumpulnya saudara sedarah itu, segenap gaya maupun tehnik pemotretan dapat dieksplorasi dalam bentuk gambar. Anggap saja sebagai ajang latihan pemotret bagi para pehobi fotografi pemula.
Kebiasaan memotret keluarga dalam jumlah yang banyak umumnya dengan posisi berdiri atau jongkok mirip memotret kesebelasan sepakbola sebelum bertanding. Untuk itu banyak hal yang harus digali dalam segenap pose agar gambar tidak monoton . Dalam hal ini pemotret harus agak cerewet untuk mengatur anggota keluarga agar bergaya berbeda-beda. Mungkin ada yang berdiri, jongkok, atau menyamping, asalkan dengan pose yang berbeda satu dengan yang lainnya..
Kondisi mengatur pose seperti inilah yang seringkali sulit dijalankan maupun diterima oleh anggota keluarga yang ingin difoto. Adakalanya mereka tidak mau diarahkan posenya, dalam arti kata inginnya semaunya sendiri. Namun tak apalah bila terjadi demikian, yang terpenting adalah diusahakan agar posisi kepala tidak sejajar. Alangkah pantasnya menyusun berdasarkan komposisi yang serasi misalnya polanya membentuk segitiga atau setengah lingkaran.
Keserasian yang lain juga dapat diambil dengan susunan yang berhubungan satu sama lain, dengan menghadirkan orang dewasa paling belakang dan pada posisi depan dinominasi oleh orang yang paling muda. Bisa juga berkreasi dengan meniru foto keluarga presiden, dengan tatanan anak-anak yang telah dewasa atau para mantu berderet paling belakang. Dibagian bagian tengah duduk sepasang orang yang paling tua, disusul pada bagian depan berbaur para cucu atau orang yang paling muda.
Menghadirkan foto berpasangan juga penting dihasilkan dalam foto keluarga. Misalnya foto kakek-nenek, foto ayah-ibu, atau foto yang dibuat khusus untuk anak-anak atau cucu-cucu. Hal tersebut dapat menjadi dokumen keluarga yang sangat berguna dikemudian hari. Mungkin alangkah baiknya ketika dicetak dapat mencantumkan tanggal, lokasi pemotretan dan pada acara apa foto tersebut dibuat.

Foto Tersembunyi
Selain rekaman gambar yang berkesan resmi seperti diatas, imaji yang terasa unik untuk dihasilkan adalah dalam keadaan wajar, apa adanya. Maksudnya salah satu anggota atau sekumpulan saudara difoto dalam keadaan tidak tahu kalau mereka dipotret.
Teknik tersebut dinamakan candid camera, dilakukan secara sembunyi-sembunyi. Ciri utama potret hasil bidikan ini yaitu wajah atau sorotan mata orang yang difoto tidak meng- hadap ke arah lensa ka- mera.
Dalam proses pembuatan foto candid modal utamanya adalah kesabaran dan jeli melihat peluang. Ketika berkumpul dengan para angota keluarga tentu saja banyak aktibvitas yang dilakukan, mengobrol, bercanda, bermain, atau tertawa.
Dalam kondisi itu biarkan target yang akan difoto berbuat sesukanya. Tunggulah momen yang tepat sambil mencari-cari sudut pemotretan yang pas dan menarik.
Berlatih dengan tehnik memotret sembunyi ini dapat juga dilakukan pada anggota keluarga yang paling kecil, anak-anak seusia balita misalnya.
Umumnya pada usia seperti itu bila bermain sangat asyik sekali seakan tak peduli dengan keadaan sekelilingnya. Begitu pula hal dengan aktivitas para lansia, sangat unik sekali ketika difoto secara candid.
Untuk para pemula, memotret segala macam aktivitas keluarga ini merupakan kesempatan untuk mengasah keterampilan dan mempertajam teknik fotografi. Jadi, selamat mencoba. [Bambang Parlupi]

Membidik Bangunan dan Interiornya

Sumber: Suara Pembaruan Online


Bangunan, termasuk gedung-gedung tua, merupakan salah satu objek pemotretan yang tidak kalah menariknya dibandingkan objek lainnya seperti pemandangan, manusia dan lain-lain. Selain objeknya yang beragam, gaya arsitektur megah yang melekat pada sebuah bangunan itu merupakan saksi sejarah yang senantiasa menarik untuk diabadikan. Persoalannya adalah bagaimana memindahkan rasa, juga suasana tiga dimensi bangunan itu ke dalam foto?
Foto arsitektur pada dasarnya mencakup dua bagian, yakni eksterior (luar ruang) dan interior (dalam ruang). Namun menurut fotografer arsitektur, Fendi Siregar, dalam arti yang lebih luas fotografi arsitektural juga sangat erat dengan lingkungan sekitarnya. Jadi bukan hanya sekadar bangunan atau ruang semata. Lingkungan yang terekam, misalnya kendaraan yang sedang lewat atau kabel listrik yang bergelantungan juga diperlukan.
Kebutuhan foto arsitektur tak pernah surut dari waktu ke waktu. Tujuan pembuatannya pun beragam, mulai dari untuk buku, majalah, company profile, kalender dan kartu pos. Foto di sini haruslah komunikatif dan informatif. Sedangkan untuk keperluan lain bisa lebih bebas dan ilustratif dengan bobot seni yang lebih tinggi.
Ada perbedaan point of interest serta tujuan yang hendak dicapai antara foto arsitektur dengan foto interior. Ahkamul Hakim, arsitek yang juga fotografer ini mengatakan, pada dasarnya foto arsitektur lebih menonjolkan konstruksi suatu bangunan serta fungsinya. Sedangkan untuk foto interior, bobot informasinya lebih detail pada suatu produk, warna dan bahan atau materi yang digunakan.
Dari sisi visual, foto interior memang sangat kaya akan permainan komposisi, garis, bentuk dan warna. Unsur-unsur ini membuat foto lebih harmonis apalagi bila kita dapat mengimbangi komposisinya. Tak jarang foto seperti ini nantinya menjadi acuan bagi yang melihatnya, misalnya untuk model ruangan, mebel yang dipakai, corak lantai dan masih banyak lagi.

Harus Peka
Hampir setiap bangunan memiliki kekuatan sendiri. Di sini seorang fotografer dituntut harus peka serta jeli melihatnya untuk kemudahan merekamnya ke dalam foto. Ada bangunan yang kuat pada detailnya atau sangat baik apabila difoto pada malam hari. Ada lagi yang kuat pada desain dan ornamennya. Adapula bangunan yang dirancang sangat minimalis namun dapat menimbulkan kekuatan spiritual yang sangat luar biasa.
Tugas fotografer di sini adalah memindahkan rasa, juga suasana tiga dimensi bangunan itu ke dalam foto yang dua dimensi. Namun di balik bangunan arsitektur yang memiliki kekuatan tadi, ada juga bangunan yang sangat lemah rancangannya. Bila keadaannya demikian, fotografer dituntut bekerja ekstra. Misalnya dengan menambah properti atau memberi efek secukupnya, tanpa harus menyimpang jauh dari keadaan sebenarnya.
Penting bagi seorang fotografer untuk memberikan gambaran yang jelas dan tepat tentang sebuah bangunan. Orang yang paling tahu tentang konsep bangunan itu adalah arsitek atau perancangnya. Untuk itu, bila memungkinkan, sebelum memotret, fotografer sebaiknya menyempatkan diri berbincang-bincang dahulu dengannya. Dari sana diharapkan keduanya memiliki persepsi yang sama. Misalnya konsep atau filosofi apa yang disukainya.
Namun adakalanya komunikasi langsung ini tidak dapat terwujud. Misalnya karena arsiteknya adalah orang asing (di luar negeri). Bila demikian fotografer dituntut untuk bekerja dan berpikir lebih berdasarkan informasi yang ada. Fotogrfaer di sini merupakan "jembatan" antara desainer dengan masyarakat pemirsa. Sebagai jembatan, jangan sampai fotografer justru mematahkan komunikasi yang seharusnya terjalin itu.
Sebagai fotografer boleh saja dia menambahkan unsur seni ke dalam foto yang dibuatnya tetapi jangan sampai mengaburkan atau membutakan tujuan utamanya. Tentunya di zaman foto digital seperti sekarang ini pekerjaan tersebut tampaknya akan menjadi sederhana. Artinya si fotografer tidak perlu repot-repot lagi memakai kamera khusus. Dengan kamera digital Anda dapat mengamati objek bangunan dengan menggunakan LCD secara nyaman. Dari LCD itu pula dapat dikoreksi setiap bidikan dan sekaligus mengontrol depth of field.

Cahaya Natural
Dalam pemotretan arsitektur, pencahayaan merupakan unsur penting yang tak boleh diabaikan. Perlu perhatian dan ketelitian tersendiri dalam hal ini. Untuk pemotretan arsitektural sebaiknya digunakan pencahayaan yang senatural mungkin. Kalaupun diperlukan cahaya artifisial, sebaiknya diperhatikan posisinya. Misalnya bagaimana keadaan cahaya sehari-hari. Di mana jendelanya? Jangan sampai jendelanya di mana tetapi bayangannya jatuh ke mana.
Untuk pemotretan di dalam ruangan, biasanya pemotret tidak terlalu mengalami kesulitan. Pasalnya para arsitek sudah memikirkan besarnya cahaya matahari yang masuk ke setiap ruangan. Untuk pemotretan rumah tinggal khususnya, cahaya alam membuat suasana lebih menarik. Dimensi dan nuansa ruangan pun lebih alami. Hanya jika diperlukan Anda perlu memakai lampu kilat fill in.
Meski demikian, lain halnya dengan objek seperti diskotek yang biasanya minim cahaya. Untuk pemotretan seperti ini setidaknya diperlukan lima atau enam buah flash. Tujuannya adalah mengangkat bagian yang terlalu gelap atau detail-detail berwarna hitam. Namun demikian, sangat penting membuat pencahayaan tetap seperti apa adanya. Kalau suasananya temaram, harus tetap demikian. Jangan sampai dibuat terang benderang. https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhsRiFmxXkK5h4eVg-G06Uz5B_OTQmNdtecY7gndxPrF4_5z0uonfPXf0GPRJEElZCwUKG_yY2w_t2sJxlkamAenuUU-AfAjRUJil7eyuBhPoORdI3i95R1wEfq4cfo-XsUhmi6sgsgTT8/s1600/1008042p4urdd8dbq.jpg
Mengenai waktu pemotretan arsitektur, di dalam maupun di luar ruangan, sering sekali sangat bergantung pada waktu. Untuk pemotretan di luar ruang pukul 09.30 atau 15.00 sampai 17.30 merupakan waktu terbaik. Tingkat kekontrasan dan jatuhnya bayangan sangat baik pada jam-jam tadi. Sedangkan untuk pemotretan dalam ruangan, biasanya pekerjaan lebih pada koordinasi pengaturan waktu. Untuk kafe misalnya, waktu terbaik untuk memotret adalah pada saat ruangan masih sepi. Dengan begitu fotografer dapat bekerja dengan leluasa tanpa diganggu orang yang hilir mudik.

0 komentar:

Posting Komentar

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More